Saya bukanlah orang yang jago dalam bahasa inggris, sungguh.
Saya juga bukan orang yang diberkati bakat linguistik yang besar dalam menguasai bahasa. Ya, paling tidak jika parameternya penguasaan bahasa ibu (red : Bahasa Indonesia) maka cukuplah nilai “D” di transkrip saya menjelaskan kemampuan saya dalam tata bahasa. :|(red : walau beberapa tahun kemudian saya menang beberapa lomba karya tulis sich :twisted:)
Tapi kawan, saya punya jurus simpanan yang saya yakin akan menjadi modal berharga untuk belajar bahasa inggris. Modal saya itu sebenarnya simple yaitu : saya tahu saya tidak pintar, maka itu saya mau belajar. Sebelum dimasak, modal dasar itu saya rendam dulu dengan sesuatu yang disebut Konsistensi untuk mendapatkan tekstur yang lembut. Guna menguatkan rasa, tak lupa saya tambahkan sedikit sifat dasar saya yang over confidence. Tahukah kawan, sedap nian kombinasi tiga hal itu dalam menolong saya mempelajari bahasa Inggris.
Kembali ke pokok bahasan. seperti yang kita tahu bersama dalam posting sebelumnya bahwa salah satu syarat dari program CCIP memiliki nilai TOEFL ITP > 500. Well, jika menilik hasil test TOEFL ajaib saya yang hanya 467 dan saat itu sudah bulan september/oktober maka saya hanya punya 2-3 bulan untuk “mennyuntikan” 33 point sekaligus menyiapkan persyaratan lain seperti essay, translate ijazah dll.
.
Sungguh, jika memungkinkan. Saat itu saya ingin mengikuti kurus bahasa Inggris. Minimal, jika saya mengikuti kursus itu maka saya akan memiliki seseorang yang bisa menjadi mentor saya. Seseorang yang bisa memberi petunjuk dalam menyusuri labirin bahasa inggis, membantu saya mengoreksi kesalahan-kesalahan saya, seseorang yang akan mengajarkan aturan – aturan grammar runyam yang selama ini tidak saya pedulikan, dan tentu saja seseorang yang akan menyemangati saya saat saya mulai “muak” belajar bahasa inggris intensif. Tetapi apa mau dikata, berhubung disaat yang sama saya juga harus kejar setoran menyelesaikan beberapa mata kuliah yang terkatung – katung (red : akibat sempat cuti akademik) plus saya harus mulai mengerjakan skripsi saya. Ditambah lagi dengan letak geografis kampus saya yang jauh dari peradapan (red : udik) dan kondisi lalu lintasnya yang Bogor banget (red : macet dan serabutan) membuat saya memutuskan untuk tidak mengikuti les bahasa inggris.
*****
Ada beberapa konsekuensi dari keputusan yang saya ambil. Konsekuensi utama tentu saja saya akan kehilangan kesempatan mengakses fasilitas mentoring dan tutoring yang disediakan tempat les. Konsekuensi kedua adalah saya akan belajar “sendiri“. Sendiri yang saya maksud disini adalah benar – benar sendiri. Maaf kata, tapi mengingat kondisi lingkungan saya yang didominasi orang – orang yang sangat fasih berbahasa jawa-sunda-batak-makasar dan Indonesia tanpa saya bisa temukan orang – orang berbahasa inggris maka saya benar – benar ditempatkan di posisi “saya harus belajar sendiri“.
Setiap pilihan pasti punya dua sisi ; sisi positif dan negatif. Sebenarnya, ada juga beberapa kelonggaran yang saya peroleh seperti saya akan mendapat lebih banyak kebebasan untuk mengatur waktu belajar saya dan metode belajar saya. Walaupun sebenarnya kelonggaran itu tidak bisa disebut sebagai nilai tambah juga karena saat itu saya benar blank dengan cara dan metode belajar yang harus saya gunakan.
Oh ya, berhubung saya rada sibuk dengan kelas disini dan sepertinya postingan ini bakal panjang maka postingan ini akan saya bagi menjadi dua artikel. Agak melenceng dari rencana sich, tapi ga apalah… positingan selanjutnya akan berupa share dan tips metode belajar yang saya tempuh.
Thanks for reading,
